FILSAFAT TERHADAP POLA PIKIR DAN POLA HIDUP MANUSIA
Banyak orang yang sering kali mengeluarkan pendapat, bahkan dengan sedikit
nada sinis, mempertanyakan apa fungsi atau perannya filsafat bagi keilmuan dan
kehidupan. Pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang wajar dan tidak salah.
Karena selama seseorang belum mengenal filsafat (suatu cabang ilmu pengetahuan
yang cenderung tidak terlalu aplikatif dan cenderung kepada kontemplasi atau
perenungan kritis), maka ia tidak akan mungkin mampu untuk memahaminya dengan
baik.
Irmayanti M Budianto pernah mencatat beberapa peran filsafat, baik dalam kehidupan
maupun dalam bidang keilmuan:
pertama, filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan
berwawasan luas terdapat berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia
diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya
agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.
Kedua, berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara
lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena
keinginannya.
Ketiga, Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi
permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya
(interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih
rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
Keempat,
terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa dibutuhkan kemampuan untuk
menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan sistematis atas berbagai
permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset, penelitian, ataupun
kajian ilmiah lainnya. Dalam era globalisasi, ketika berbagai kajian lintas
ilmu pengetahuan atau multidisiplin melanda dalam kegiatan ilmiah, diperlukan
adanya suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam menghadapi kemajemukan berpikir
dari berbagai ilmu pengetahuan berikut para ilmuannya.
Dalam pandangan Hamami dan Wibisono (1986: 126-27), filsafatmelalui
metode-metode pemikirannya tidak akan dapat langsung mempersembahkan programe-programme
kebijakan yang manfaatnya dapat dinikmati secara praktis dan konkret
sebagaimana halnya dengan ekonomi, teknik dan ilmu-ilmu terapan yang lainnya.
Segi kelemahan filsafat, dalam arti sifat dan coraknya yang abstrak dengan
lemparan analisis-analisis kritisnya yang sering tidak tersentuh oleh mereka
yang telah terbiasa untuk berpikir secara praktis, merupakan salah satu sebab
mengapa para ahli filsafat terisolir dan jarang diajak untuk berpartisipasi
dalam penentuan strategi pembangunan, apalagi dalam pelaksanaan programme-
programme kegiatan yang sudah bersifat teknis operasional.
Padahal keabstrakan dengan spekulasi-spekulasinya yang paling dalam justru
membawa filsafat kepada kekuatan radikalnya. Dengan berpikir secara abstrak
spekulatif dan mengambil jarak dari penggumulan masalah-masalah teknis praktis,
filsafat justru dapat melihat sesuatu permasalahan dari semua dimensi, sehingga
hal-hal yang belum tersentuh oleh ilmu-ilmu lain dapat pula dijadikan titik
perhatiannya. Peranan filsafat adalah menunjukkan adanya perspektif yang lebih
dalam dan luas, sehingga kehadirannya akan disertai dengan berbagai alternatif
penyelesaian untuk ditawarkan mana yang paling sesuai dengan perubahan waktu
dan keadaan.
Apabila kita berbicara mengenai peran filsafat dalam menghadapi dekadensi
moral. Filsafat mungkin hanya dapat menjelaskan sebab-sebab munculnya dekadensi
moral, menjelaskan caracara mengatasi sebab-sebab tersebut, menerangkan
cara-cara penanganan dekadensi moral. Sementara pelaksanaannya sendiri sangat
tergantung kepada manusianya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar