1. Hakikat Pengembangan Kurikulum
Kurikulum memiliki peranan penting dalam sistem pendidikan.
Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus didasarkan pada landasan yang
kuat dan prinsip-prinsipyang sesuai agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan
dalam implementasi pendidikan.
”Pengembangan
kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan
bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara
mempelajarinya”.(Sanjaya: 2010: 30). ”Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara lain
penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran,kegiatan, sumber, dan alat pengukur pengembangan
kurikulum yang mengacu padakreasi sumber sumber unit, dan garis pelajaran
kurikulum ganda lainnya, untukmemudahkan proses belajar mengajar.” (Hamalik:
2008: 183)
Ada dua hal
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan isi pengembangan kurikulum, yaitu:
Rentangan
Kegiatan (Range of Activity)Pengembangan isi kurikulum dimulai dari kegiatan
pengembangan yang paling luas yaitu rancangan kebijakan kurikulum yang
berisi tentang apa yang harusdiajarkan dan sebagai pedoman bagi para pengembang
kurikulum lebih lanjut.Menetapkan kebijakan kurikulum perlu dikaji secara hati
hati dan komprehensif.Kemudian rancangan program studi yang mencakup kegiatan
kegiatan menentukantujuan, urutan serta kedalaman materi dalam bidang studi.
Setelah itu dirancanglah program pengajaran yang mencakup aktivitas
belajar dalam setiap bidang studiuntuk satu tahun, satu semester, atau satu
caturwulan. Selain merancang program,kegiatan pengembangan kurikulum juga
berkaitan dengan menghasilkan bahan bahan pengajaran, seperti menyusun
buku teks, modul, program program film,rekaman audio, dan lain sebagainya yang
menunjang kegiatan pembelajaran.
Tujuan
Kelembagaan (Instutional Purpose)Tujuan kelembagaan harus sejalan dengan visi
dan misi sekolah. Setiapsekolah memiliki visi dan misi yang berbeda. Misalnya
visi dan misi sekolah umumadalah mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yanglebih tinggi sedangkan visi dan misi sekolah kejuruan
mempersiapkan siswa untukmemasuki dunia kerja. Dengan demikian, isi kurikulum
harus disesuaikan dengantujuan kelembagaan agar pengalaman belajar yang didapat
siswa di sekolah dapatmencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
2. Prinsip-Prinsip
Pengembangan Kurikulum
Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang
dibagi ke dalam dua kelompok : (1)prinsip – prinsip umum :
relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan
dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses
belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran,
dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry
Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum,
yaitu :
1. Prinsip
relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip
fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.
3. Prinsip
kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik
secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip
efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip
efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
3. Landasan
Pengembangan Kurikulum
Suatu
bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi,
proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa
menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh
sejumlah landasan yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat
dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis).
1. Landasan
Filosofis
Landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil
berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum
sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di
sekolah.
1.
Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai
permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk masalah pendidikan.
Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai
penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan
dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan
di Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat
fragmatisme.
2.
Filsafat Dan Tujuan Pendidikan
Bidang
telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap
persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul
beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius,
makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa
telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu
hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat
indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat
dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada
kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat
akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan
sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan
pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara
hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di
Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila.
Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di
Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai
implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU
No.20 Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab
(Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat
dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui
rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk
melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi
yang serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai
pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.
3.
Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa
filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam
memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut
Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1)
Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk
mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan
negara.
2)
Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita
mendapat hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3)
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
4)
Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah
tujuan itu tercapai.
5)
Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan
pendidikan.
4.
Kurikulum Dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa,
maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu
terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara
dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa
penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi
pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah
Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan
dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia
mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai
dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun
disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan
senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat
berubah.
2. Landasan
Psikologis
Penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang
harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau
pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
a)
Perkembangan Pesrta Didik Dan
Kurikulum
Anak sejak
dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya
dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan
gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk
berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering
menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau,
seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan
seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan
yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus
menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat
lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya
dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan
pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih
banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan
ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua
pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak
itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini
mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan.
Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern.
Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan
teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks).
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus
dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka
pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami
masalah.
Melalui
tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun
demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak
Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat
disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri,
memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum yaitu :
1)
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
2)
Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak.
3)
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di
bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan
berikutnya.
4)
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi
lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada
perubahan tingkah laku peserta didik.
2)
Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian
anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3)
Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan
anak.
4)
Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara
terus menerus.
b)
Psikologi Belajar Dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu
cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa diartikan sebagai perubahan
perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik yang
berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena
prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena
kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk
belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para
guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
3. Landasan
Sosiologi
Landasan
sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan
itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang
berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
A. Perkembangan
Peserta Didik Dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian
yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1) Individu lahir tak
berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan lain sebagainya.
2) Kurikulum dalam suatu
masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa,
bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3) Seluruh nilai yang
telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah
hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
- Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan,
dan lain-lain.
- Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia
dalam bermasyarakat.Benda hasil karya manusia.
4. Masyarakat
Dan Kurikulum
Mayarakat
adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau
masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri,
dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya
adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan
pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada
kebudayaan di mana ia dibesarkan..
Perubahan
sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian
besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota
masyarakat tersebut. Di sisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga
berpengaruh terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh
karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan
dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat
teknologis dan mengglobal.
Pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup
keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut
tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa
kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan
masyarakat.
5. Landasan
Lain
·
Landasan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi(IPTEK)
Pendidikan
merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk
mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:
1)
Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang
dan jasa.
2)
Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3)
Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur
budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4)
Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas,
efesiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5)
Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai
tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan,
pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh
berbagai pihak, yakni:
1)
Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang
pembangunan dalam segala bidang.
2)
Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan
mengembangakannya secara swadaya.
3)
Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
4)
Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat
pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan
masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
·
Landasan Histori
Landasan
Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau
yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada
kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka
perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi
tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum
yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu
pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang
waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan
sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa
depan.
·
Landasan Yurudis
pada
dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada
konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI
ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan
perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi
Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen
Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar