ABSTRAK
Pembentukan karakter merupakan salah satu
tujuan pendidikan nasional. Pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
perasaan (feeling), dan tindakan (action), Tanpa
ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. pendidikan
karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan
di masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan
kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab,
rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak
berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20%
sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah
sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan
lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Pendidikan
tidak hanya untuk membuay anak pandai, tetapi juga harus mampu mencipatakan
nilai-nilai luhur atau karakter. Oleh jarena itu, penanaman nilai-nilai luhur
harus dilakukan sejak dini.
Kata kunci : karakter,
pendidikan karakter, pentingnya karakter
PENDAHULUAN
Karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat.Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah
UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk
insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter,
sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan
karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan yang
bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah
dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is
the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir
pendidikan yang sebenarnya).
Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter merupakan usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai sehingga
terinternalisasi dalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam
sikap dan perilaku yang baik. Menurut Thomas Lickona
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan
aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).Tanpa
ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.Dengan pendidikan
karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan
menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah
dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan
untuk berhasil secara akademis.
Secara
lebih rinci, saya kutip beberapa konsep tentang manusia Indonesia yang
berkarakter dan senantiasa melekat dengan kepribadian bangsa. Ciri-ciri
karakter SDM yang kuat meliputi (1) religious, yaitu memiliki sikap hidup dan
kepribadian yang taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong
menolong, dan toleran; (2) moderat, yaitu memiliki sikap hidup yang tidak
radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan
sosial, berorientasi materi dan ruhani serta mampu hidup dan kerjasama dalam
kemajemukan; (3) cerdas, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang
rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan (4) mandiri, yaitu
memiliki sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat,
menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan
yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan
hubungan antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44).
Lickona
(1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya:
(1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada
nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda
merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah
sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak
memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga
keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih
diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, (5)
Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi
merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu
sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai.
Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa
desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan
terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat
sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi
akademik yang meningkat.
Alasan-alasan
di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini
mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa depan yang semakin kompleks
seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan
sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan
lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan
pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004) menggagas pandangan
bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk
memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan
karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu orang
hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat,
dan bangsa.
Terdapat
sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:pertama,
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian
dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat
dan santun;kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja
keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan,
baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi,
kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan
pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik
menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good.
Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.
Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni
bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa,
orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku
kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu
berubah menjadi kebiasaan.
Dasar
pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang
biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia
ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang
dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya
terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir
dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari
dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter
anak.
Namun
bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis
di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada
rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu
diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play
group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa
disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di
kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Beberapa
faktor pentebab rendahnya pendidikan karakter adalah : Pertama , sistem
pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter tetapi lebih menekankan
pengembangan intelektual. Misalnya saja sistem evaluasi. Pendidikan menekankan
aspek kognitif atau akademik, seperti Ujian nasional. Kedua, kondisi
lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik.
Slamet
Imam Santoso (1981) mengemukakan bahwa tujuan tiap pendidikan murni adalah menyusun
harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat
bertahan dalam masyarakat. Dibagian lain ia juga mengemukakan bahwa pendidikan
bertugas mengembangkan poetnsi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas
kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu
kemampuan dan batas kemampuannya , serta mempunyai kehormatan diri. Dengan
demikian, pembinaan watak merupakan gas utama pendidikan
Guru
yang memilki makna digugu lan ditiru (dipercaya dan dicontoh) secara tidak
langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh
karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang
dapat membawa peserta didiknya kearah pembentukan karakter yang kuat. Dalam konteks
ini guru berperan sebagai teladan peserta didiknya. Keluaran institusi
pendidikan seharusnya dapat mengahsilkan orang pabdai tapi juga orang baik
dalam arti luas. Pendidikan tidak hanya menghasilkan orang pandai tetapi tidak
baik, sebaliknya juga pendidikan tidak hanya menghasilkan yang baik tetapi
tidak pandai. Pendidikan tidak hanya untuk membuay anak pandai, tetapi juga
harus mampu mencipatakan nilai-nilai luhur atau karakter. Oleh jarena itu,
penanaman nilai-nilai luhur harus dilakukan sejak dini.
Mengingat
pentingnya karakter dalam membnagun sumber daya manusia (SDM) yang kuat. Maka
perlunya pendidikan karakter yang dilakukan dengan tepat. Dapat dikatakan bahwa
pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan
termasuk di lembaga pendidikan. Idealnya pembentukan karakter diintegrasikan ke
seluruh aspek kehidupan sekolah.
Lembaga
pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk
membentuk karakter siswa. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dalam segala
ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar