Kerja sama merupakan salah satu fitrah
manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas
dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif.
Dalam hal apa, bagaimana, kapan dan di mana seseorang harus bekerjasama dengan
orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat kemajuan peradaban orang
tersebut. Semakin modern seseorang, maka ia akan semakin banyak bekerja
sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu
tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Bentuk kerjasama dapat
dijumpai pada semua kelompok orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan
bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa,
kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan
kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah
keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja
bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut
adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan
begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok. Oleh
karena itu, selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam
setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.
Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan
kerjasama antar kelompok masyarakat ada tiga bentuk, yaitu: (a)bargaining yaitu
kerjasama antara orang per orang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan
tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau
jabatan tertentu, (b) cooptation yaitu kerjasama dengan
cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai
salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi,
dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau
lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi
memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari
masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk kerjasama di
atas biasanya terjadai dalam dunia politik (Soekanto, 1986).
Selain pandangan sosiologis, kerjasama
dapat pula dilihat dari sudut manajemen yaitu dimaknai dengan istilahcollaboration.
Makna ini sering digunakan dalam terminologi manajemen pemberdayaan staf yaitu
satu kerjasama antara manajer dengan staf dalam mengelola organisasi. Dalam
manajemen pemberdayaan, staf bukan dianggap sebagai bawahan tetapi dianggap
mitra kerja dalam usaha organisasi (Stewart, 1998).
Kerja sama (collaboration)
dalam pandangan Stewart merupakan bagian dari kecakapan ”manajemen baru” yang
belum nampak pada manajemen tradisional. Dalam bersosialisasi dan
berorganisasi, bekerjasama memiliki kedudukan yang sentral karena esensi dari
kehidupan sosial dan berorganisasi adalah kesepakatan bekerjasama. Tidak ada
organisasi tanpa kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, kerjasama
adalah tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan. Manajer akan ditakar
keberhasilannya dari seberapa mampu ia menciptakan kerjasama di dalam
organisasi (intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar
organisasi (ekstern).
Sekolah adalah sebuah oganisasi. Di dalam
sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan
guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa-siswi. Dalam sekolah terdapat
kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain yang harus direncanakan,
dilaksankan, dipimpin, dan diawasi, yang kesemuanya itu bermuara pada hubungan
kerja sama atau human relation.
Terkait dengan cara menumbuhkan semangat
kerjasama di lingkungan
sekolah, Michael Maginn (2004) mengemukakan 14 (empat belas)
cara, yakni:
1.
Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan
sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau
arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa. Tujuan memerupakan
pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya memotivasi
setiap anggota untuk bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan
misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan
bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya
untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
2.
Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim
harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap
suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru
selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas
tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain.
Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut
harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
3.
Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang
telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, namun
bagaimana kerja sama itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut
sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat
dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
4.
Hindari masalah yang bisa diprediksi. Artinya mengantisipasi
masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus
dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul,
bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau
dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan
kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
5.
Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan tim akan
banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan
menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu perlu juga ada
konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
6.
Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim
beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang
dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan
nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah
lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di
lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya
saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk
menegur siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini mungkin belum diketahui oleh
guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim sekolah tetap solid dan kehadiran
guru baru tidak merusak sistem.
7.
Selalulah bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang
lain. Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan
setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan
ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim
dapat berfungsi dengan baik.
8.
Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan
menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di
sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk
diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan
perlu mencari kesamaan pandangan.
9.
Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan
atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau
organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan
mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang
paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang
produktif.
10.
Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik.
Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang
tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini
sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat
melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
11.
Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit
bagi tim untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga
jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga..
Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah
biasanya berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau
konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak
bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota
tim dapat memicu konflik.
12.
Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu
yang memotivasi karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi
terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar
selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota
tim untuk merayakannya. Di sekolah dapat dilakukan sesering mungkin setiap
akhir kegiatan besar seperti akhir semester, akhir ujian nasional, dan
lain-lain.
13.
Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif
akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota
diminta untuk berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan
konstitusi tim.
14.
Jangan menyerah. Terkadang tim
menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat
kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan
kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat
anggotanya antara lain dengan cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi
penting dan begitu vital untuk dicapai. Tujuan merupakan sumber energi tim.
Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka
fikir dan pendekatan baru terhadap masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar