BAB I
PENDAHULUAN
11.
Latar
Belakang
Bagi para pendidik atau guru mempelajari filsafat itu akan
besar sekali manfaatnya. Seorang guru dituntut memiliki wawasan yang luas
mengenai profesinya. Ia harus mengetahui hakekat pendidikan dan hakekat tujuan
pendidikan. Dasar-dasar pendidikan dan tehnik-tehnik penyampaian materi
pelajaran sehingga mudah menjadi milik anak. Berpikir secara filsafat bagi guru
terasa sangat penting dalam menghadapi kepesatan kemajuan ilmu dan teknologi.
Selain itu ia akan selalu berpikir kreatif, bersikap terbuka terhadap pembaharuan
sehingga dia tidak ketinggalan jaman.
Filsafat pendidikan merupakan
aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller,1971). Pendidikan membutuhkan
filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas,
lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun
fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains
pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana
pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami
dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan
senantiasa berhubungan langsungdengan tujuan hidup dan kehidupan individu
maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
Filsafat pendidikan harus mampu
memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai
sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu
pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan
meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan.
Pengetahuan alam adalah studi
besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk,
dan entitas. Para sciencetis mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif
lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer,
abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya. Dalam pandangan formalis,
matematika dan pengetahuan alam adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan
lain tergambar dalam filsafat matematika dan ilmu pengetahuan. Para ilmuan
merumuskan konjektur dan kebenaran baru melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa
aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.
Ilmu pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) merupak cabang ilmu yang harus dikuasai dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan
oleh penguasaan ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak mungkin terjadi secara
instant melainkan memerlukan usaha yang konsisten dan terus menerus. Salah satu
misi pembangunan IPTEK 2025 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas
dan kreatif dalam suatu peradaban masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Perkembangan IPTEK yang makin pesat
telah membawa perubahan disegala sector kehidupan manusia. Karenanya penguasaan
IPTEK merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan manusia
yang berkualitas. Hal tersebut menyadarkan kita bahwa belajar tidak hanya cukup
di sekolah, tetapi dapat dilakukan dari pendidikan di luar sekolah.
Dengan fakta bahwa belum adanya
wadah untuk mengenal dan mendapatkan informasi tentang perkembangn IPTEK di Semarang
khususnya bagi anak usia sekolah. Hal tersebut dapat ditempuh dalam
keberhasilan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada pelajar
dan masyarakat umum adalah dengan cara yang mudah dipahami dan menyenangkan
melalui media pendidikan, sehingga dapat menumbuhkan minat masyarakat khususnya
pelajar sebagai generasi muda penerus bangsa.
BAB II
HUBUNGAN DAN MANFAAT FILSAFAT PADA ILMU IPA
2.1 Pengertia Filsafat
Secara efistimologi, filsafat
berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang
berarti kesukaan atau kencintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti
kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan
terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan).
Hamersma (1981 : 10) mengatakan
bahwa filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang
seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu
sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna
memperoleh pemaknaan menuju “hakekat kebenaran”.
Titus et.al (dalam Muntasyir &
Munir, 2002 : 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai
berikut :
Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
Filsafat
adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi (arti formal).
Filsafat
adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha
untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif).
Filsafat
adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
Filsafat
adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia
dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
22. Definisi Filsafat Ilmu
Menurut Beerling (1985 ; 1-2)
filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan
cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya
merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran
secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion. Refleksi
sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang
menjurus kepada keadaan cerai-berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari
ilmu-ilmu yang ada. Refleksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha
memberi tekanan perhatian pada metodika serta sistem dan berusaha untuk
memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta hubungan-hubungan
yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa berbentuk (1)
mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaraan
kegiatan ilmiah; (2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap
kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali de-jure mengenai
landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran
pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Filsafat ilmu adalah refleksi yang
mengakar terhadap prinsip-prinsip ilmu. Prinsip ilmu adalah sebab fundamental
dan kebenaran universal yang lengket di dalam ilmu yang pada akhirnya memberi
jawaban terhadap keberadaan ilmu. Dengan mengetahui seluk-beluk prinsip ilmu
itu maka dapat diungkapkan perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkianan
perkembangannya, keterjalinan antara ilmu, ciri penanganan secara ilmiah,
simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan sebagainya yang vital bagi penggarapan
ilmu itu sendiri Filsafat ilmu pengetahuan membahas sebab musabab
pengetahuan dan menggali pertanyaan mengenai “dari mana asalnya dan kemana arah
pengetahuan itu?”.
Perbedaan filsafat ilmu dengan
filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan
sebagainya terletak pada masalah yang hendak dipecahkan dan metode yang akan
digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana
pertumbuhan serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyataannya, melainkan
mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan
apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan
ilmiah. Pernyataan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi
membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu.
Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu.
Kedudukan filsafat ilmu dengan lingkungan fisafat secara keseluruhan adalah
pertama, bahawa filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat ilmu pengetahuan
(efistimologi); kedua, filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi,
dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu ditumbuhkan dengan metodologi Hubungan antara filsafat dengan ilmu
pengetahuan lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu manusia
seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.
2.3 Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
metodis, sistematis, dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu
dari kenyataan. Antara definisi fisafat dengan ilmu pengetahuan lebih hampir
mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu pengetahuan lebih
menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu pengetahuan
masing-masing, sedangkan filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara umum
yang belum dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan.Walaupun demikian, ilmu pengetahuan tetap
berasal dari filsafat sabagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin tahu untuk
menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Wibisono (1997 :
x) pada Artikel kunci “Gagasan Strategik Tentang Kultur Keilmuan Pada
Pendidikan Tinggi”, yang mengambil pendapat H.J. pos, beliau menandaskan bahwa
abad ke-19 dan 20, dan bahkan sampai sekarang, diidentifikasi sebagai suatu
abad yang ditandai oleh dominasinya peran ilmu pengetahuan dalam kehidupan umat
manusia.
Dominasi ilmu pengetahuan dalam
kehidupan manusia memang tidak dapat dipungkiri. Betapa tidak, dominasi ini
paling kurang membawa pengaruh dan manfaat bagi manusia, atau justru
berpengaruh negatif dan membawa malapetaka. Seperti yang diungkapkan Ridwan
Ahmad Syukuri (1997: 18-19), ilmu yang berorientasi pada kepentingan pragmatis,
orientasi duniawi, atau mengesampingkan yang transenden, akan membawa
malapetaka bagi kemanusiaan pada umumnya. Ilmu dinilai bukan karena dirinya
sendiri, tetapi nilai ilmu pengetahuan berada dalam kesanggupannya membuat
kehidupan lebih bernilai dan memberikan kebahagiaan, demi kebutuhan untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan manusia, maka bentuk ilmu itu
memberikan kemanfaatan.
Selanjutnya, dalam bukunya yang
berjudul Efistimologi Dasar, J. Sudarminta mengatakan bahwa ciri-ciri hakiki
manusia yaitu: kepastian mutlak tentang kebenaran segala pengetahuan kita
memang tidak mungkin, sebab manusia adalah makhluk contingent dan fallible.
Tetapi ini tidak berarti bahwa semua pengetahuan manusia pantas dan perlu
dipergunakan kebenarannya. Maka, skeptisisme mutlak pantas ditolak.
Subjek berperan aktif dalam kegiatan
mengetahui dan tidak hanya bersifat pasif menerima serta melaporkan objek apa
adanya. Tetapi ini tidak berarti bahwa pengetahuan manusia melulu bersifat
subjektif. Maka, subjektivisme radikal juga pantas disangkal.
Pengetahuan manusia memang bersifat
rasional dan kontekstual, tetapi itu tidak berarti bahwa objektivitas dan
universalitas opengetahuan menjadi tidak mungkin. Menurtu Sudarminta (2002: 60)
pelbagai bentuk relativisme ilmu pengetahuan, walaupun punya sumbangan yang
berharga, merupakan suatu pandangan tentang pengetahuan yang tidak bisa
diterima.
2.4 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam atau sains
(science) diambil dari kata Latin Scientia yang arti
harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu
Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan
bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan
mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak
dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably
Joint”.
Sain sebagai proses merupakan
langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam
rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan
data, menganalisis dan akhirnya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa
karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuatitatif artinya gejala alam
dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu berkembang dengan pesat, yang
pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang
kemudian menjadi rumpun-rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan
filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial (the sosial
sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the
phisycal sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) Ilmu alam ialah ilmu yang
mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari
makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika
(mempelajari massa dan energy), kimia (mempelajari subtansi zat), astronomi
(mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences)yang
mempelajari bumi kita.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau
Sains dalam arti sempit telah dijelaskan di atas merupakan disiplin ilmu yang
terdiri dari phisycal sciences (ilmu fisika) dan life
sciences(ilmu biologi). Yang termasuk phisycal sciences adalah
ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika,
sedangkan life sciences meliputi anatomi, fisiologi, zoology,
citologi, embriologi, mikrobiologi.
IPA (Sains) berupaya membangkitkan
minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam
seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan
tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi
yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya,
yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama
semakin sempit, sehingga semboyan “Sains hari ini adalah teknologi hari esok”
merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains
dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung
hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna
teknologi (the meaning of technology).
IPA membahas tentang gejala-gejala
alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan
pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan
oleh Powler (dalam Wina-putra, 1992:122) bahwa IPA merupakan ilmu yang
berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi
dan eksperimen.
2.5 Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan
mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat
ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan
taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan
filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara
berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam
memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis
dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafatilmu pengetahuan
alam adalah menjembatani puntusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana
seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke
prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam
bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya
ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusiaan mempunyai hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan
bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi
pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan
bentuk refleksi (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur
tindakan instrumentsi, yaitu tindakan yang ditunjukan untuk mengendalikan
kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan
dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme
menyamakan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas
pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan
menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal
kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam
sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda
dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang
diregistrasikan dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur
tangan” eksperimental kita. Eksperimental yang itu memungkinkan suatu analisis
jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan kongkrit selalu
terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu
menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer
lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri
sendiri sejak sejak abad ke-17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte
mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu
pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996),
sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa
gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih
dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum
secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi
ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara umum
lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari
Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosiologi. Ilmu Kimia
diurutkan dalam urutan keempat. Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan
tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu,
setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih
sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmuyang dibelakangnya
(The Liang Gie, 1999). Pada pengelompkkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan
induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia
dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang
mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi.
Menurut ensiklopedia ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan
ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia
analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam
Koento Wibisono, 1996) memberi definisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it
relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which
result from the molecular and specific mutual action of different substances,
natural of artificial” (arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan
dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara
alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia
tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan
juga perbandingan (komparasi). Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan
nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat
dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles
of Chemical Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka
sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak lepas dari hubungan
dengan induknya yaitu fisafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan
dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu
alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
2.6 Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam
1. Dalam Penyediaan
Pangan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam
dan teknologi dalam bidang penyediaan pangan melahirkan Panca Usaha
Tani yang merupakan program pemerintah. Panca Usaha Tani meliputi
varitas unggul, pupuk, pestisida, pola taman dan pengairan.
2. Penyediaan Sandang
Setelah adanya kemajuan Ilmu
Pengetahuan Alam dan teknologi, telah dikembangkan jenis-jenis serat seperti nylon dan rayon,
tetoron, dakron, poliester, tetrek, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan
serat-serat sintesis dengan suatu katalisa yang cocok mempunyai sifat mekanik
yang tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Penyediaan Papan
Dewasa ini, para ilmuwan berusaha
untuk memanfaatkan lautan dan ruang angkasa sebagai pemukiman. Mereka membuat
pulau-pulau disertai peternakan dan perkebunan laut. Sedangkan dalam
jangka panjang, pemukiman di antariksa sedang dalam penelitian, walaupun untuk
mewujudkan itu semua merupakan tantangan berat, namun mengingat kemampuan dan
usaha manusia yang tinggi, kemungkinan yang dipaparkan di atas bukan lagi suatu
impian kosong.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Filsafat ilmu adalah penyelidikan
tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya.
Filsafat ilmu merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat
lanjutan atau secondary reflexion. Refleksi sekunder seperti itu merupakan
syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai
serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada. Tetapi juga
filsafat ilmu pengetahuan membahas sebab musabab pengetahuan dan menggali
tentang kebenaran, kepastian, dan tahap-tahapnya, objektivitas, abstraksi,
intuisi, dan juga pertanyaan mengenai “dari mana asalnya dan kemana arah
pengetahuan itu?”.
Antara definisi filsafat dan ilmu
pengetahuan memang hampir mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam
definisi ilmu pengetahuan lebih menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi
kompetensi bidang ilmu pengetahuan masing-masing, sedangkan filsafat lebih
merefleksikan kenyataan secara umum yang belum dibicarakan di dalam ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan alam merupakan
bentuk refleksi (relefxion form) dari prose belajar mengajar yang ada dalam
struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk
mengendalikan kondisi eksternal manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka
disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah perlu dijadikan landasan pengembangan
ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataannya, filsafat merupakan
induk dari ilmu pengetahuan alam.
3.2 SARAN
Mengingat keterbatasan pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk mendapat pemahaman yang
lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk membaca
literatur-literatur yang telah dilampirkan pada daftar rujukan.
Dengan demikian pula diharapkan
adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca, agar makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang hubugan dan manfaat filsafat pada ilmu IPA.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baskara, Nanang.
2009. “Ilmu Pengetahuan Alam dalam Kajian Filsafat”. (online).
2. Fatimah, Feti.
2007. “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Alam”. (online).
3. Mukhlisin, M.
Si, Drs. 2009. “Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Pengetahuan Alam”.
(online).
4. Sodikin. 2011.
“Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”.
(online).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar